62 Kabuputen/Kota Pilot Project Indonesian Digital Service Living Lab
Kementrian
Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Dirjen Administrasi Kewilayahan, mulai
melakukan rapat koordinasi (Rakor) bersama 62 Kabupaten/Kota di Indonesia
yang masuk dalam project Indonesian Digital Service Living Lab, dimana kabupaten/kota tersebut akan jadi pilot
projctnya.
Standar pelayanan yang
dimaksud, melalui pengembangan platform Indonesia digital, untuk meningkatkan
indeks SPBE bagi 62 kabupaten/kota yang tergabung.
"acara
yang digagas oleh Kemendagri, Kemenpan RB dan Pemkab Sumedang ini dirancang
untuk meningkatkan indeks SPBE bagi 62 kabupaten/kota yang tergabung,"
terangnya.
Rakor yang
dilaksanakan di Hotel Grand Mercure Kemayoran Jakarta kemarin ini, digagas oleh
Kemendagri, Kemenpan RB dan Pemkab Sumedang.
Pesertanya
pun, adalah Kabupaten/Kota pernah melakukan kunjungan ke Kabupaten Sumedang dan
daerah dengan capaian rata-rata indeks SPBE nasional 2,4.
"Tercatat,
52 Kab/kota tersebut pernah melakukan kunjungan ke Kabupaten Sumedang.
Sedangkan 10 Kab/kota lainnya adalah yang terbaik lewat capaian rata-rata
indeks SPBE nasional 2,4," terangnya.
Tercatat, 52 Kab/kota
tersebut pernah melakukan kunjungan ke Kabupaten Sumedang. Sedangkan 10
Kab/kota lainnya adalah yang terbaik lewat capaian rata-rata indeks SPBE nasional
2,4.
Sebagai langkah
pembuka, kemarin, Selasa 1 Oktober 2022, dilakukan rapat kordinasi kebijakan
standar pelayanan perkotaan cerdas berkelanjutan melalui pengembangan platform
Indonesia digital service living lab di hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta.
Direktur Jenderal Menteri
Administrasi Dalam Negeri, Dr. Desember Safrizal ZA, M.Sc. Ketika membuka acara
tersebut disampaikan bahwa daerah yang melakukan studi banding telah
menindaklanjuti setelah setiap wilayah dengan menyediakan kode sumber dan
pelatihan.
"Tantangan
saat ini adalah membangun ekosistem komintensir. Dalam pelaksanaan kota pintar.
Jangan lupa fokus utama pembangunan mencapai standar layanan minimum
(SPM)," kata Sahrizal.
Acara ini menyajikan empat
sumber yang kompeten. Pembicara pertama, Wakil Kelembagaan dan Manajemen, Nanik
Nurwati, SE., M.Sc. yang mengatakan bahwa penerapan Spbe untuk mewujudkan
layanan digital nasional dilakukan dengan prinsip-prinsip integrasi dan
interoperabilitas yang dilakukan melalui penerapan arsitektur Spbe tematik
berdasarkan proses bisnis sektor ini.
"Pengembangan
dan pengembangan aplikasi SPBE, diarahkan untuk menjadi platform digital
terintegrasi melalui pembentukan layanan elektronik terintegrasi, untuk menjadi
bagian dari layanan digital nasional," jelasnya.
Selanjutnya,
dalam pengoperasian platform digital, pemerintah dapat berbagi dengan
menggunakan prioritas reformasi birokrasi tematik, yaitu pengentasan
kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan administrasi pemerintah.
Sedangkan sumber kedua
Nara, Ketua Dewan TIK Nasional Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, MBA menyampaikan
Spbe adalah alat top-down sementara Living Lab adalah kolaboratif dengan
inisiatif yang lebih inklusif. Menurutnya integrasi antara Spbe dan Living Lab,
yang saling melengkapi.
Di tingkat
aplikasi, Sekretaris Pemerintah Kabupaten Sumedang saat ini Drs. Herman
Suryatman, M.Si yang memperkenalkan platform lab untuk berbagi pengetahuan.
Herman
menjelaskan konsep berbagi pengetahuan terkait dengan peningkatan indeks SPBE.
Pemerintah Kabupaten Sumedang menyediakan platform laboratorium yang dapat
digunakan oleh peserta kabupaten / kota untuk bergabung dengan platform.
Tujuannya, adalah
kemudahan berbagi pengetahuan, pengalaman, dan bukti.
"Kepada
Sekretaris dan Kepala Badan Komunikasi dan Informasi dari 62 Kabuaten / Kota
yang saat ini berpartisipasi dalam mendengarkan berkomitmen untuk memanfaatkan
platform ini dan bertekad untuk meningkatkan Indeks Spbe bersama-sama dan
bekerja bersama," jelasnya.
Dalam sesi
terakhir, hadir sebagai sumber daya Suyoto menyampaikan sejumlah hambatan untuk
program digital. Di mana, tantangan terbesar transformasi digital Indonesia
adalah budaya sektoral dan pemikiran jangka pendek.
Jadi jika di Indonesia, penerapan
TIK bukan masalah teknologi, tetapi masalah manajemen perubahan. Solusinya
adalah strategi adopsi teknologi yang dirancang dengan baik berdasarkan budaya
lokal dengan pilar infrastruktur, struktur, dan superstruktur.
"Draf ini harus dilaksanakan oleh pemimpin visioner, kuat dan tangguh," pungkasnya. ****
BACK